Translate

Mukaddimah

Assalaamu'alaikum wr wb.

Selamat datang di blog "Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH & Rekan". Semoga ada kesan indah yang akan Anda dapatkan di blog ini. Aamiin!

Atas perhatian Anda, kami ucapkan banyak terima kasih.

Salam hormat kami,
Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH dan Rekan"
Ringroad Selatan Ds Gonjen RT 05 No. 34
Tamantirto Kasihan Bantul DIY 55183 HP 0895 3093 9061 Email : harunmhmmd@gmail.com

Selasa, 17 Desember 2013

Jasa Hukum Advokat

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”):
 
“Jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.”

Minggu, 15 Desember 2013

Wanprestasi dan PMH

Putusan Mahkamah Agung (“MA”) No. 879 K/Pdt/1997 mengenai penggabungan wanprestasi dan PMH dalam satu gugatan. Dalam putusan ini dijelaskan bahwa penggabungan demikian melanggar tata tertib beracara, atas alasan bahwa keduanya harus diselesaikan tersendiri. Posita gugatan mendasarkan pada perjanjian, akan tetapi dalam petitum menuntut mengenai PMH. Konstruksi gugatan seperti ini dinilai mengandung kontradiksi, dan gugatan dinyatakan obscuur libel (tidak jelas).

MA juga pernah mengeluarkan yurisprudensi mengenai masalah penggabungan ini, yaitu dalam putusan MA No. 1875 K/Pdt/1984 tanggal 24 April 1986. Dalam putusan MA itu disebutkan:
“Penggabungan gugatan perbuatan melawan hukum dengan perbuatan ingkar janji tidak dapat dibenarkan dalam tertib beracara dan harus diselesaikan secara tersendiri pula

Wanprestasi (Cidera janji)

Wanprestasi dapat terjadi karena:

(i)      tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan; 
(ii)    melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya; 
(iii)  melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; atau 
(iv)  melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Selasa, 10 Desember 2013

Delik Aduan

Delik aduan ialah:

1.      Delik Aduan absolut:
·   pencurian dalam keluarga dan pencurian dalam waktu pisah meja-ranjang (schidding van tavel en bed, terdapat pada Pasal 367 ayat [2] KUHP);
·   perzinahan (overspelling bagi yang sudah menikah yang diadukan istri atau suami, terdapat pada Pasal 284 KUHP);
·   terkait hal membuka rahasia (terdapat pada Pasal 323 KUHP); dan lain-lain.

2.      Delik Aduan relatif:
·   Tindak Pidana Penghinaan (Pasal 310 KUHP)
·   Tindak Pidana Penipuan (Pasal 378 KUHP)

Tindak Pidana Penganiayaan Ringan

Tindak Pidana Penganiyaan Ringan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP ialah :

penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, dipidana sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya

Penganiayaan

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), penganiayaan dibagi menjadi 5 yaitu :

1.      Penganiayaan biasa (Pasal 351 KUHP)
2.      Penganiayaan ringan (Pasal 352 KUHP)
3.      Panganiayaan berencana (Pasal 353 KUHP)
4.      penganiayaan berat (Pasal 354 KUHP)
5.      penganiayaan berat (Pasal 355 KUHP)

Rabu, 04 Desember 2013

ps 174 kuhap

Tri Jata Ayu Pramesti, Hukum Online 04-12-2013



Dalam artikel berjudul Mengurai Kebenaran di Antara Kebohongan yang Berserakan yang kami akses dari laman resmi Pengadilan Negeri Palopo Sulawesi Selatan dikatakan bahwa untuk menerapkan Pasal 242 KUHAP harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 174 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):
Pasal 242 KUHAP harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 174 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):
 
(1) Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu;
(2) Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu;
(3) Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta panitera dan segera diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan menurut ketentuan undang-undang ini;
(4) Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai.
 
Lebih lanjut dalam artikel tersebut diketahui sebuah contoh kasus penerapan Pasal 242 ayat (1) KUHP jo. Pasal 174 KUHAP karena saksi mengingkari keterangannya. Kasus tersebut tentang Hakim Pengadilan Negeri Makassar, pada tahun 1994, yang memerintahkan kepada polisi untuk menahan salah seorang saksi “kasus Karunrung” (pembunuhan terhadap satu keluarga di Kelurahan Karunrung, Makassar) yang mengingkari keterangannya di depan sidang pengadilan dengan alasan ditekan secara psikis dan fisik oleh penyidik saat diperiksa. Hakim Ketua meminta kepada Jaksa Penuntut Umum pada sidang berikutnya menghadirkan penyidik yang memeriksa saksi (saksi verbalis).
 
Ternyata, setelah dikonfrontir di depan sidang pengadilan antara saksi yang mengingkari keterangannya dengan penyidik (saksi verbalis), hakim yakin bahwa penyidik tidak melakukan penyiksaan atau tekanan psikis atau fisik terhadap saksi saat diperiksa, sehingga Hakim Ketua memerintahkan polisi agar menahan saksi dan memprosesnya karena diduga melanggar Pasal 242 ayat (1) KUHP. Akhirnya, saksi bersangkutan lebih dahulu dijatuhi pidana penjara satu tahun tiga bulan sebelum terdakwa pada perkara pokok dijatuhi pidana.