Translate

Mukaddimah

Assalaamu'alaikum wr wb.

Selamat datang di blog "Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH & Rekan". Semoga ada kesan indah yang akan Anda dapatkan di blog ini. Aamiin!

Atas perhatian Anda, kami ucapkan banyak terima kasih.

Salam hormat kami,
Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH dan Rekan"
Ringroad Selatan Ds Gonjen RT 05 No. 34
Tamantirto Kasihan Bantul DIY 55183 HP 0895 3093 9061 Email : harunmhmmd@gmail.com

Kamis, 16 Januari 2014

Pelaporan Kelahiran

Pada tahun 2013 Mahkamah Konstitusi (“MK”) telah menyatakan bahwa Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU Adminduk dinilai bertentangan dengan UUD 1945 sehingga pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 /PUU-XI/2013, bunyi Pasal 32 ayat (1) UU Adminduk selengkapnya menjadi:
 
Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat.
 
Selain itu, MK dalam putusannya juga menyatakan bahwa Pasal 32 ayat (2) UU Adminduk bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Artinya, pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun tidak lagi harus berdasarkan penetapan pengadilan negeri.

Alasan Perceraian

Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian menurut Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan adalah:
1.    salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2.    salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan
      yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;
3.    salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan 
      berlangsung;
4.    salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
5.    salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya 
      sebagai suami/istri;
6.    antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi 
      dalam rumah-tangga.
 
Selain alasan-alasan tersebut, bagi pasangan suami istri yang beragama Islam juga berlaku ketentuan dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang menambahkan dua alasan perceraian yang tidak disebut dalam UU Perkawinan yaitu:
1.    Suami melanggar taklik talak;
2.    Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
 

Sabtu, 04 Januari 2014

Benda yang Telah Dihibahkan Dapat diperhitungkan Kembali

http://images.hukumonline.com/frontend/lt506aec66ed27e/lt506bc9aa28ce7.jpg
 Mengenai hibah diatur dalam Pasal 1666 – Pasal 1693 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).
 
Pengertian hibah terdapat dalam Pasal 1666 KUHPer, yaitu suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.
 
Untuk itu, hibah tidak dapat dicabut dan tidak dapat dibatalkan oleh orang tua tersebut, kecuali dalam hal-hal berikut sebagaimana terdapat dalam Pasal 1688 KUHPer:
1.    jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah;
2.    jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah;
3.    jika penghibah jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya.
 
Selain itu, berdasarkan Pasal 916a sampai Pasal 929 KUHPer untuk kepentingan kewarisan, benda yang telah dihibahkan dapat “diperhitungkan kembali” nilainya ke dalam total harta peninggalan seolah-olah belum dihibahkan. Ketentuan ini berkaitan dengan legitime portie, yaitu bahwa jangan sampai hibah yang dahulu pernah diberikan oleh pewaris, mengurangi bagian mutlak yang seharusnya dimiliki oleh ahli waris.
 
Berdasarkan Pasal 920 KUHPer, ahli waris dapat melakukan tuntutan pengurangan terhadap hibah dalam hal bagian mutlak yang seharusnya para ahli waris terima tidak terpenuhi. Jika benda tersebut telah berada pada kekuasaan pihak ketiga, para ahli waris tetap memiliki hak untuk melakukan tuntutan pengurangan atau pengembalian benda tersebut (Pasal 929 ayat (1) KUHPer). Hak untuk memajukan tuntutan ini akan gugur setelah lewat waktu 3 (tiga) tahun sejak para ahli waris menerima warisan (Pasal 929 ayat (4) KUHPer).
 
Oleh karena itu ahli waris boleh mengajukan tuntutan pengurangan atau pengembalian benda yang telah dihibahkan kepada salah satu ahli waris dalam hal legitime portie (bagian mutlak) para ahli waris tidak terpenuhi.
 
Salah satu contoh dalam kasus ini dapat kita lihat dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 841K/Pdt/2003. Dalam perkara tersebut, akhirnya hakim menghukum untuk mengembalikan hibah untuk pemenuhan legitime portie terlebih dulu kepada para ahli waris. Putusan tersebut kemudian dikuatkan di tingkat kasasi.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 
Referensi