Translate
Mukaddimah
Assalaamu'alaikum wr wb.
Selamat datang di blog "Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH & Rekan". Semoga ada kesan indah yang akan Anda dapatkan di blog ini. Aamiin!
Atas perhatian Anda, kami ucapkan banyak terima kasih.
Salam hormat kami,
Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH dan Rekan"
Selamat datang di blog "Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH & Rekan". Semoga ada kesan indah yang akan Anda dapatkan di blog ini. Aamiin!
Atas perhatian Anda, kami ucapkan banyak terima kasih.
Salam hormat kami,
Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH dan Rekan"
Ringroad Selatan Ds Gonjen RT 05 No. 34
Tamantirto Kasihan Bantul DIY 55183 HP 0895 3093 9061 Email : harunmhmmd@gmail.com
Senin, 20 Januari 2014
Minggu, 19 Januari 2014
Syarat Menjadi Ahli Waris
Hukum Islam, syarat menjadi ahli waris adalah (Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam):
1. mempunyai hubungan darah dengan pewaris;
2. mempunyai hubungan perkawinan dengan pewaris;
3. beragama Islam;
4. tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Perubahan UU Peradilan Agama
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
Kamis, 16 Januari 2014
Pelaporan Kelahiran
Pada tahun 2013 Mahkamah Konstitusi (“MK”) telah menyatakan bahwa Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU Adminduk dinilai bertentangan dengan UUD 1945 sehingga pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 /PUU-XI/2013, bunyi Pasal 32 ayat (1) UU Adminduk selengkapnya menjadi:
“Pelaporan
kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui
batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan
dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana
setempat.”
Selain itu, MK dalam putusannya juga menyatakan bahwa Pasal 32 ayat (2) UU Adminduk bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Artinya, pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun tidak lagi harus berdasarkan penetapan pengadilan negeri.
Alasan Perceraian
Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian menurut Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan adalah:
1. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. salah
satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan
yang sah atau karena hal
lain di luar kemauannya;
3. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung;
4. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
5. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai suami/istri;
6. antara
suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dalam rumah-tangga.
Selain alasan-alasan tersebut, bagi pasangan suami istri yang beragama Islam juga berlaku ketentuan dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang menambahkan dua alasan perceraian yang tidak disebut dalam UU Perkawinan yaitu:
1. Suami melanggar taklik talak;
2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Sabtu, 04 Januari 2014
Benda yang Telah Dihibahkan Dapat diperhitungkan Kembali
Mengenai hibah diatur dalam Pasal 1666 – Pasal 1693 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).
Pengertian hibah terdapat dalam Pasal 1666 KUHPer, yaitu suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali,
untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu.
Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang
yang masih hidup.
Untuk
itu, hibah tidak dapat dicabut dan tidak dapat dibatalkan oleh orang
tua tersebut, kecuali dalam hal-hal berikut sebagaimana terdapat dalam Pasal 1688 KUHPer:
1. jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah;
2. jika
orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan
suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah;
3. jika penghibah jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya.
Selain itu, berdasarkan Pasal 916a sampai Pasal 929 KUHPer
untuk kepentingan kewarisan, benda yang telah dihibahkan dapat
“diperhitungkan kembali” nilainya ke dalam total harta peninggalan
seolah-olah belum dihibahkan. Ketentuan ini berkaitan dengan legitime
portie, yaitu bahwa jangan sampai hibah yang dahulu pernah diberikan
oleh pewaris, mengurangi bagian mutlak yang seharusnya dimiliki oleh
ahli waris.
Berdasarkan Pasal 920 KUHPer,
ahli waris dapat melakukan tuntutan pengurangan terhadap hibah dalam
hal bagian mutlak yang seharusnya para ahli waris terima tidak
terpenuhi. Jika benda tersebut telah berada pada kekuasaan pihak ketiga,
para ahli waris tetap memiliki hak untuk melakukan tuntutan pengurangan
atau pengembalian benda tersebut (Pasal 929 ayat (1) KUHPer). Hak untuk memajukan tuntutan ini akan gugur setelah lewat waktu 3 (tiga) tahun sejak para ahli waris menerima warisan (Pasal 929 ayat (4) KUHPer).
Oleh
karena itu ahli waris boleh mengajukan tuntutan pengurangan atau
pengembalian benda yang telah dihibahkan kepada salah satu ahli waris
dalam hal legitime portie (bagian mutlak) para ahli waris tidak
terpenuhi.
Salah satu contoh dalam kasus ini dapat kita lihat dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 841K/Pdt/2003.
Dalam perkara tersebut, akhirnya hakim menghukum untuk mengembalikan
hibah untuk pemenuhan legitime portie terlebih dulu kepada para ahli
waris. Putusan tersebut kemudian dikuatkan di tingkat kasasi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi
Langganan:
Postingan (Atom)