Translate

Mukaddimah

Assalaamu'alaikum wr wb.

Selamat datang di blog "Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH & Rekan". Semoga ada kesan indah yang akan Anda dapatkan di blog ini. Aamiin!

Atas perhatian Anda, kami ucapkan banyak terima kasih.

Salam hormat kami,
Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH dan Rekan"
Ringroad Selatan Ds Gonjen RT 05 No. 34
Tamantirto Kasihan Bantul DIY 55183 HP 0895 3093 9061 Email : harunmhmmd@gmail.com

Selasa, 11 Maret 2014

Penggelapan

Penggelapan diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana barang/uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.

Langkah Hukum Jika Sertifikat Tanah Warisan Dikuasai Saudara Ayah

Kamis, 27 Pebruari 2014
Pertanyaan:
Langkah Hukum Jika Sertifikat Tanah Warisan Dikuasai Saudara Ayah
Almarhum Ayah saya memiliki tanah seluas 5300 M2 atas nama beliau. Semasa hidup Ayah berjanji memberikan kepada Adik beliau sebagian tanah tersebut (2000 M2). Adik Beliau juga sudah meninggal. Saat ini Sertifikat tanah seluas 5000 M2 ada di tangan anak-anak dari Adik Ayah (Sepupu Saya). Sepupu saya mengklaim keseluruhan tanah adalah hak beliau. Bagaimana Status Hukum Tanah tersebut? Bagaiman cara saya mengambil sertifikat yang ada di tangan sepupu saya itu? Mohon penjelasannya, Tks
AJO Alul
Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt506aec66ed27e/lt506bc9aa28ce7.jpg
Anda tidak menjelaskan apakah atas hibah tanah seluas 2000 m2 tersebut dibuatkan akta hibah atau hanya berdasarkan perkataan saja dari ayah Anda kepada adiknya. Pada dasarnya hibah atas tanah harus dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Prosedur Hibah Tanah dan Bangunan kepada Keluarga.
 
Jika tidak ada akta hibah, maka hibah tersebut dianggap tidak ada atau diancam batal (Pasal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata – “KUHPer”).
 
Yang perlu Anda lakukan adalah Anda perlu mencari tahu apakah akta hibah tersebut ada atau tidak. Jika akta hibah tersebut tidak ada dan nama dalam sertifikat tanah tersebut masih atas nama ayah Anda, maka yang berhak atas tanah tersebut adalah Anda dan saudara-saudara Anda, serta ibu Anda jika masih hidup. Ini karena berdasarkan Pasal 832 jo. Pasal 852 dan Pasal 852a KUHPer, ibu Anda (jika masih hidup) dan Anda serta saudara-saudara Anda, adalah ahli waris dari ayah Anda. Lebih lanjut, Anda dapat membaca artikel Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata dan Prinsip Pewarisan Menurut KUH Perdata dan Hukum Islam.
 
Akan tetapi, jika memang akta hibah tersebut ada, atas sertifikat tersebut dapat dilakukan pemecahan, karena yang dihibahkan tidak seluruh bagian dari tanah tersebut. Berdasarkan Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pemecahan sebidang hak atas tanah yang sudah terdaftar dapat dipecah hanya atas pemintaan pemegang hak yang bersangkutan. Lebih lanjut mengenai pemecahan hak atas tanah dan dokumen-dokumen yang diperlukan, Anda dapat membaca artikel Prosedur dan Persyaratan Pemecahan Sertifikat Tanah.
 
Mengenai cara Anda mengambil sertifikat tersebut, Anda bisa membicarakan secara baik-baik mengenai hal ini. Jika cara tersebut tidak berhasil, Anda dapat menggunakan jalur hukum. Anda dapat menggugat secara perdata atas dasar perbuatan melawan hukum atau melaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan.
 
Perbuatan melawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Lebih jauh, simak Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi.
 
Sedangkan mengenai penggelapan diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana barang/uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 

Prosedur dan Persyaratan Pemecahan Sertifikat Tanah

Kamis, 25 April 2013
Pertanyaan:
Prosedur dan Persyaratan Pemecahan Sertifikat Tanah
Selamat malam hukum online, sudah sekitar 10 tahun saya membeli tanah di Kota Gresik dan sudah lunas tapi hanya diberi bukti kuitansi pelunasan saja sama penjualnya. Terus saya kuasakan orang lain untuk urus suratnya dan penjual minta biaya mengurus surat sertifikat sekitar Rp3 juta (katanya tanah induk) dan sudah saya lunasi. Tapi sudah hampir 1 tahun kok belum selesai. Padahal kata penjual sekitar 6-8 bulan selesai. Apa membeli tanah dari tanah induk itu prosesnya rumit? Berapa lama selesainya? Mohon penjelasannya, langkah-langkah apa yang harus saya lakukan?
buyung andrianto
Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt5178bcebebf5a/lt5178bd7a41a25.jpg
Berdasarkan pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa antara para pihak belum menandatangani Akta Jual beli (“AJB”) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”), dan tanah yang menjadi obyek jual beli merupakan sebagian tanah dari keseluruhan tanah yang dimiliki oleh penjual di dalam satu sertifikat (tanah induk).
 
Pada dasarnya, membeli sebidang tanah di dalam tanah induk tidaklah rumit. Dalam praktiknya, para pihak akan terlebih dahulu membuat kesepakatan, misalnya melalui suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”). Dalam hal ini, penjual akan memecahkan sebidang tanah di dalam tanah induk. Kemudian, setelah dipecah dan diterbitkan sertifikat tanahnya, maka tanah tersebut akan dijual kepada pihak pembeli melalui AJB di hadapan PPAT. Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No. 24/1997”), pemecahan sebidang hak atas tanah yang sudah terdaftar dapat dipecah hanya atas pemintaan pemegang hak yang bersangkutan. Dengan demikian, Anda perlu kembali mempelajari seluruh dokumen-dokumen jual beli tersebut, termasuk kuasa yang diberikan ke pihak ketiga. Pasalnya, kewenangan untuk mengajukan permohonan pemecahan sebidang tanah tersebut ada pada pihak penjual selaku pemegang hak atas tanah.
 
Pada hakikatnya, peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dapat dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga, pada saat sebidang tanah yang dibeli dari tanah induk tersebut sudah dipecahkan dan diterbitkan sertifikatnya, maka Anda dengan pihak penjual dapat menandatangani AJB di hadapan PPAT untuk keperluan pendaftarannya. Berdasarkan Lampiran II Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan (“Perka BPN No. 1/2010”), jangka waktu pemecahan/pemisahan satu bidang tanah milik perorangan adalah 15 (lima belas) hari. Sedangkan, persyaratan dokumen yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1.     Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup (yang memuat: identitas diri; luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon; pernyataan tanah tidak dalam sengketa; pernyataan tanah dikuasai secara fisik; alasan pemecahannya);
2.     Surat Kuasa apabila dikuasakan;
3.     Fotocopy identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yangtelah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
4.     Sertifikat asli;
5.     Izin Perubahan Penggunaan Tanah, apabila terjadi perubahan penggunaan tanah;
6.     Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan;
7.     Tapak kavling dari Kantor Pertanahan.
 
Demikian jawaban dan penjelasan kami atas pertanyaan Anda. Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.
 
Dasar hukum:
2.    Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan
 

Pemecahan Sebidang Tanah

Berdasarkan Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pemecahan sebidang tanah yang sudah terdaftar dapat dipecah hanya atas pemintaan pemegang hak yang bersangkutan.

Ahli Waris Ibu

Berdasarkan KUHPerdata, anak termasuk ahli waris golongan I yang merupakan anak kandung dari ibunya. Jadi, pada waktu ibu kandungnya meninggal dunia, anak kandung mendapat bagian dari harta peninggalan ibu kandung  bersama dengan ayah kandungnya (sebelum ayah meninggal tentunya). Hal ini sesuai ketentuan Pasal 852 a KUHPerdata.

Hak Waris Suami/Isteri Kedua

Batas maksimum hak waris dari suami/isteri kedua adalah ¼ bagian atau sama dengan bagian terkecil dari anak sah. Hal ini juga diatur di dalam Pasal 181, Pasal 182 dan Pasal 902 KUHPerdata.

Yang Berhak Mewaris dlm Kompilasi Hukum Islam

Yang berhak mewaris menurut hukum Islam berdasarkan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam, yaitu mereka yang:
1. Mempunyai hubungan darah dengan pewaris,
2. Mempunyai hubungan perkawinan (dengan pewaris),
3. Beragama Islam,
4. Tidak dilarang Undang-Undang selaku ahli waris

Yang Berhak Mewaris dlm KUHPerdata

Prinsip pewarisan menurut KUHPerdata adalah hubungan darah. Yang berhak mewaris adalah yang punya hubungan darah, kecuali suami/isteri pewaris (lihat Pasal 832 KUHPerdata).

Ahli Waris Ayah

Berdasarkan Pasal 832 jo. Pasal 852 dan Pasal 852a KUHPer, ibu Anda (jika masih hidup) dan Anda serta saudara-saudara Anda, adalah ahli waris dari ayah Anda.

Akta Hibah

Jika tidak ada akta hibah, maka hibah tersebut dianggap tidak ada atau diancam batal (Pasal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata – “KUHPer”).