Translate

Mukaddimah

Assalaamu'alaikum wr wb.

Selamat datang di blog "Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH & Rekan". Semoga ada kesan indah yang akan Anda dapatkan di blog ini. Aamiin!

Atas perhatian Anda, kami ucapkan banyak terima kasih.

Salam hormat kami,
Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH dan Rekan"
Ringroad Selatan Ds Gonjen RT 05 No. 34
Tamantirto Kasihan Bantul DIY 55183 HP 0895 3093 9061 Email : harunmhmmd@gmail.com

Sabtu, 12 Oktober 2013

Haruskah Nikah 2 Kali Dalam Kasus Kawin Hamil?

Jumat, 11 Oktober 2013
 
Pertanyaan:
 
Haruskah Nikah 2 Kali Dalam Kasus Kawin Hamil?
Assalamualaikum, saya mau tanya tentang menikahi seorang wanita yang sudah hamil. Apa haram hukumnya menikahi wanita itu? Apa harus nikah 2 kali? Mohon dibantu dan terima kasih.
adhimaz

Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt506aec66ed27e/lt506bc9aa28ce7.jpg
Kami kurang mendapatkan keterangan, apakah yang pria yang ingin menikahi wanita tersebut adalah pria yang menghamilinya atau bukan.
 
Jika pria tersebut ingin menikahi wanita yang dihamilinya, maka hal tersebut dapat dilakukan, karena tidak ada ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) yang melarang mengenai hal tersebut.
 
Menurut Pasal 1 UU Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
 
Selain itu jika kita melihat pada ketentuan mengenai perkawinan-perkawinan yang dilarang berdasarkan UU Perkawinan, dalam Pasal 8 UU Perkawinan, dikatakan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang:
a.    berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
b.    berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c.    berhubungan semenda, yaitu mertua,anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
d.    berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;
e.    berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f.     mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.
 
Selain itu, mengenai perkawinan yang dilarang, terdapat juga dalam Pasal 9 dan Pasal 10 UU Perkawinan, yaitu:
a.    Perkawinan juga dilarang perkawinan antara seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain, kecuali telah memenuhi syarat dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 UU Perkawinan (Pasal 9 UU Perkawinan).
b.    Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi,sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain (Pasal 10 UU Perkawinan).
 
Sedangkan jika dilihat dari Hukum Islam sendiri, dalam Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) diatur mengenai “kawin hamil”. Pasal 53 KHI mengatakan bahwa seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Perkawinan tersebut dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
 
Jadi berdasarkan uraian di atas, bagi pria yang ingin menikahi wanita yang dihamilinya, UU Perkawinan tidak melarang perkawinan seperti itu. Dalam Hukum Islam sendiri, perkawinan seperti itu tidak haram, bahkan diperbolehkan. Selain itu, tidak perlu nikah 2 (dua) kali (dalam hal ini tidak perlu dilakukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir).
 
Sedangkan, jika seorang pria ingin menikahi wanita yang dihamili pria lain, mengenai hal tersebut juga tidak ada larangannya dalam UU Perkawinan maupun KHI.
 
Dalam Hukum Islam pun tidak ada pengaturan yang melarang hal tersebut. Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel yang berjudul Bagaimana Hukumnya Menikahi Perempuan yang Hamil di Luar Nikah?, KHI tidak mengatur secara eksplisit apakah perempuan yang hamil di luar nikah boleh dikawinkan dengan pria lain selain yang menghamilinya. Tapi, dari ketentuan Pasal 53 ayat (1) KHI secara tidak langsung membuka kemungkinan perempuan yang hamil di luar nikah untuk tidak dikawinkan dengan pria yang menghamilinya atau dikawinkan dengan pria selain yang menghamilinya. Karena, norma hukum yang ada dalam pasal tersebut bersifat kebolehan (menggunakan frasa “dapat”) dan bukan keharusan. Jadi, wanita yang hamil di luar nikah dapat dinikahkan dengan pria yang tidak menghamilinya. Namun, menurut hemat kami, dalam hal ini si perempuan terlebih dahulu harus memberi tahu mengenai kehamilannya tersebut kepada si calon suami. Atau jika kita melakukan penafsiran secara a contrario terhadap ketentuan Pasal 53 ayat (2) KHI, maka perkawinan perempuan yang hamil di luar nikah dengan pria yang tidak menghamilinya harus menunggu sampai si perempuan melahirkan.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
2.    Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar