Mengenai hibah diatur dalam Pasal 1666 – Pasal 1693 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).
Pengertian hibah terdapat dalam Pasal 1666 KUHPer, yaitu suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali,
untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu.
Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang
yang masih hidup.
Untuk
itu, hibah tidak dapat dicabut dan tidak dapat dibatalkan oleh orang
tua tersebut, kecuali dalam hal-hal berikut sebagaimana terdapat dalam Pasal 1688 KUHPer:
1. jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah;
2. jika
orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan
suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah;
3. jika penghibah jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya.
Selain itu, berdasarkan Pasal 916a sampai Pasal 929 KUHPer
untuk kepentingan kewarisan, benda yang telah dihibahkan dapat
“diperhitungkan kembali” nilainya ke dalam total harta peninggalan
seolah-olah belum dihibahkan. Ketentuan ini berkaitan dengan legitime
portie, yaitu bahwa jangan sampai hibah yang dahulu pernah diberikan
oleh pewaris, mengurangi bagian mutlak yang seharusnya dimiliki oleh
ahli waris.
Berdasarkan Pasal 920 KUHPer,
ahli waris dapat melakukan tuntutan pengurangan terhadap hibah dalam
hal bagian mutlak yang seharusnya para ahli waris terima tidak
terpenuhi. Jika benda tersebut telah berada pada kekuasaan pihak ketiga,
para ahli waris tetap memiliki hak untuk melakukan tuntutan pengurangan
atau pengembalian benda tersebut (Pasal 929 ayat (1) KUHPer). Hak untuk memajukan tuntutan ini akan gugur setelah lewat waktu 3 (tiga) tahun sejak para ahli waris menerima warisan (Pasal 929 ayat (4) KUHPer).
Oleh
karena itu ahli waris boleh mengajukan tuntutan pengurangan atau
pengembalian benda yang telah dihibahkan kepada salah satu ahli waris
dalam hal legitime portie (bagian mutlak) para ahli waris tidak
terpenuhi.
Salah satu contoh dalam kasus ini dapat kita lihat dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 841K/Pdt/2003.
Dalam perkara tersebut, akhirnya hakim menghukum untuk mengembalikan
hibah untuk pemenuhan legitime portie terlebih dulu kepada para ahli
waris. Putusan tersebut kemudian dikuatkan di tingkat kasasi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar