Translate

Mukaddimah

Assalaamu'alaikum wr wb.

Selamat datang di blog "Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH & Rekan". Semoga ada kesan indah yang akan Anda dapatkan di blog ini. Aamiin!

Atas perhatian Anda, kami ucapkan banyak terima kasih.

Salam hormat kami,
Kantor Advokat/Hukum "Drs M Harun, SH dan Rekan"
Ringroad Selatan Ds Gonjen RT 05 No. 34
Tamantirto Kasihan Bantul DIY 55183 HP 0895 3093 9061 Email : harunmhmmd@gmail.com

Jumat, 14 November 2014

Lima Hak Napi Belum Terpenuhi

Hak Narapidana
Lima Hak Napi Belum Terpenuhi
Aghnia Adzkia, CNN Indonesia Rabu, 12/11/2014 08:15 WIB


Peneliti Kemenkumham Donny Michael mengatakan pemenuhan hak bersyarat narapidana belum maksimal dilaksanakan pemerintah. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Sipil dan Politik Kementerian Hukum dan HAM Donny Michael menilai pemenuhan hak bersyarat narapidana belum maksimal dilaksanakan.

Fakta tersebut ditemukan saat dia dan tim melakukan penelitian di lima lokasi lembaga permasyarakatan di antaranya Tanjung Gusta dan Labuhan Ruku, Sumatera Utara pada tahun 2014.

"Lima hak bersyarat itu adalah hak menerima kunjungan keluarga, hak mendapatkan pengurangan masa pidana, hak mendapatkan kesempatan berasimiliasi termasuk cuti mengunjungi keluarga, hak cuti menjelang bebas, dan hak mendapatkan pembebasan bersyarat," kata Donny dalam acara bincang-bincang di Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Kemenkumham, Jakarta, Selasa (11/11).

Dari kelima hak bersyarat tersebut, Donny memprioritaskan pada hak pembebasan bersyarat yang seringkali masih terhambat akibat kondisi narapidana. 

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, pembebasan bersyarat dapat diberikan kepada narapidana dengan kondisi tertentu. Kondisi tersebut di antaranya dia telah menjalani masa tahanan selama dua per tiga vonis, mampu membayar denda kerugian negara dan menjadi justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama untuk tindak pidana tertentu. 

"Sayangnya, penegak hukum masih tidak jelas dan paham dengan peran justice collaborator," ujarnya. 

Perbedaan pemahaman tersebut ihwal pemberi rekomendasi sebagai justice collaborator. Dia mengatakan kalau kasus korupsi yang memberi rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, kalau selama 14 hari surat tidak dikeluarkan oleh KPK maka Kemenkumham berhak melanjutkan proses pembebasan bersyarat tersebut. 

Perdebatan lain soal justice collabolator adalah proses pengajuan yang dilakukan pada saat peradilan atau saat seseorang telah menjadi narapidana.

Sementara itu, dia menyampaikan persoalan lain yang menghambat terpenuhinya penerapan hak narapidana adalah tertundanya penerimaan salinan putusan. 

"Banyak yang belum mendapat salinan putusan, jadi mereka tidak tahu berapa lama menjadi narapidana. Sehingga, banyak juga yang tidak tahu apakah bisa mengajukan pembebasan bersyarat," kata Donny.

Lebih jauh, faktor penghambat lainnya yakni adanya kelebihan penghuni penjara. Donny mengatakan untuk mengatasi persoalan tersebut pemerintah sebaiknya melakukan distribusi narapidana ke lembaga permasyarakatan yang tidak terlalu penuh. 

"Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah untuk membangun lembaga permasyarakatan," kata dia. 

Atas sengkarut tidak terpenuhinya hak bersyarat narapidana tersebut, Donny menyarankan sebaiknya pemerintah melakukan evaluasi program pembinaan kepada narapidana. 

Selain itu, pemerintah juga bisa membuat nota kesepahaman antara Direktorat Jenderal Permasyarakatan Kemenkumham dengan Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung mengenai kelengkapan dokumen putusan untuk kepentingan kelengkapan syarat pengajuan permohonan memperoleh hak bersyarat. 
(utd/sip)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar