Jawaban:
Anda tidak menjelaskan apakah atas hibah tanah seluas 2000 m2
tersebut dibuatkan akta hibah atau hanya berdasarkan perkataan saja
dari ayah Anda kepada adiknya. Pada dasarnya hibah atas tanah harus
dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) sebagaimana
pernah dijelaskan dalam artikel Prosedur Hibah Tanah dan Bangunan kepada Keluarga.
Jika tidak ada akta hibah, maka hibah tersebut dianggap tidak ada atau diancam batal (Pasal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata – “KUHPer”).
Yang
perlu Anda lakukan adalah Anda perlu mencari tahu apakah akta hibah
tersebut ada atau tidak. Jika akta hibah tersebut tidak ada dan nama
dalam sertifikat tanah tersebut masih atas nama ayah Anda, maka yang
berhak atas tanah tersebut adalah Anda dan saudara-saudara Anda, serta
ibu Anda jika masih hidup. Ini karena berdasarkan Pasal 832 jo. Pasal 852 dan Pasal 852a KUHPer,
ibu Anda (jika masih hidup) dan Anda serta saudara-saudara Anda, adalah
ahli waris dari ayah Anda. Lebih lanjut, Anda dapat membaca artikel Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata dan Prinsip Pewarisan Menurut KUH Perdata dan Hukum Islam.
Akan
tetapi, jika memang akta hibah tersebut ada, atas sertifikat tersebut
dapat dilakukan pemecahan, karena yang dihibahkan tidak seluruh bagian
dari tanah tersebut. Berdasarkan Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
pemecahan sebidang hak atas tanah yang sudah terdaftar dapat dipecah
hanya atas pemintaan pemegang hak yang bersangkutan. Lebih lanjut
mengenai pemecahan hak atas tanah dan dokumen-dokumen yang diperlukan,
Anda dapat membaca artikel Prosedur dan Persyaratan Pemecahan Sertifikat Tanah.
Mengenai
cara Anda mengambil sertifikat tersebut, Anda bisa membicarakan secara
baik-baik mengenai hal ini. Jika cara tersebut tidak berhasil, Anda
dapat menggunakan jalur hukum. Anda dapat menggugat secara perdata atas
dasar perbuatan melawan hukum atau melaporkan ke polisi atas tuduhan
penggelapan.
Perbuatan melawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Lebih jauh, simak Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi.
Sedangkan mengenai penggelapan diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang
lain sebagian atau seluruhnya di mana penguasaan atas barang itu sudah
ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya,
penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan
barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena
tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari
penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasannya
yang mana barang/uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar